Minggu, 19 Februari 2012

Nasibku Ada Ditanganku, Allah yang Meridhoi


Nasibku Ada Ditanganku, Allah yang Meridhoi
            Aku kok bisa sampai disini? Aku kok bisa lulus kuliah ya? Aku kok bisa menulis?  Pertanyaan-pertanyaan itu juga sering ditanyakan orang lain. Mimo kok bisa ya? Mimo kok? Mimo kok? Padahal orangnya seperti itu. Nulisnya lambat. Buyuten. Saya sebagai Mimo aja heran, apalagi anda? Ada sebagian orang yang bilang kepada bude saya bahwa mungkin apa kuat doane sehingga bisa seperti itu. Kemarin belum lama saya ketemu guru bahasa Indonesia saya semasa SMP, bu Anis namanya sewaktu mengurus pembuatan e-KTP di kantor kecamatan Wonosari. Beliau masih terbekas oleh wajah dan stale saya. Pertanyaan pertama yang terucap dari bibir beliau adalah mas, bagaimana kabarnya dan sekarang lanjut dimana? Saya menjawab seperti jawaban pada umumnya yaitu alhamdulillah baik dan saya melanjutkan di akuntansi UNY. Lalu beliau bertanya lagi: kuliahnya semester berapa? Saya jawab: Alhamdulillah sudah selesai. Beliau terheran. Lalu beliau mengucapkan alhamdulillah mas, kamu bisa lulus 4 tahun, padahal belum tentu teman-temanmu sudah lulus juga. Saya terus menceritakan kepada beliau: saya juga tak menyangka bu bahwa Allah begitu sayang kepada saya. Padahal kalau dilogika mungkin saya tidak bisa mengikuti kuliah karena ibu tau sendiri kan bagaimana harus mengikuti ujian yang mana disuruh menulis jawaban dengan kertas polio bolak-balik dalam waktu 1,5 jam. Kalau dibayangkan waktu saya SMP, ibu tau sendiri kan bahwa saya sangat lambat dalam menulis. Tapi bu, kadang saya malah selesainya lebih cepat daripada teman-teman saya yang lain. Sewaktu kuliah saya juga jarang mencatat karena ya selalu ketinggalan kalau mau mulai mencatat catatan. Saya kalau dibilang pinter juga tidak, cerdas apalagi, jenius soyomeneh. Kata orang-orang saya itu hanya tekun. Memang kayaknya seperti itu, saya senang dengan membaca. Apalagi kalau mau ujian. Seminggu sebelumnya saya sudah harus khatam. Padahal kadang masuk ke otak, kadang juga tidak. Beliau lalu bilang kepada anaknya yang masih umur 7 tahun: dik, ini mas-nya walaupun sakit tapi sudah lulus sarjana dalam waktu 4 tahun dan nilainya tinggi, kamu harus bisa seperti masnya. Lalu anaknya bertanya kepada ibunya: lha sakit apa masnya, bu? Ibunya hanya diam, mungkin beliau tidak enak sama saya. Istilah sakit juga sering disebutkan para kondektur bis, sewaktu saya ngaju. Kondektur bis itu waktu saya mau turun sering teriak: awas orang sakit, pelan-pelan. Padahal dibis juga banyak penumpang. Para penumpang terus melihat kearah saya. Itu saja tidak dalam artian kasar tapi ya dalam hati saya malu, masih muda kok sudah kayak orang stroke, gimana kalau sudah tua? dan apa yang nantinya yang bisa saya lakukan. Teman saya SD malah bicaranya sangat kasar. Dia bilang: He...anak cacat, kamu tuh tidak pantas sekolah di sekolah favourit seperti ini, kamu tuh pantasnya di SLB sama teman-temanmu yang juga Ca...Ca...T... kayak kamu itu loh. Hati siapa yang nggak sakit dibilang kayak gitu. Walaupun saya sakit bahkan cacat kan saya juga manusia yang punya hati. Bahkan hati saya biasanya bisa lebih peka daripada yang lain karena ya mungkin punya keterbatasan. Sampai saat ini saya masih ingat perkataan itu untuk saya jadikan bahan agar dapat membakar  semangatku berkobar-kobar sehingga tidak akan pernah redup terkena hembusan angin kehidupan yang kencang ini. Padahal kalau kita mau melihat didalam Q.S. Al Hujurat ayat 11 dijelaskan bahwa “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan lain, karena boleh jadi perempuan yang diolok-olokkan lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Selain itu didalam Q.S. Al Humazah ayat 1 disebutkan “Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela. Dua ayat diatas sudah jelas bahwa setiap manusia tidak boleh saling mencela satu sama lain. Padahal orang-orang yang mengejek saya itu pintar membaca Al Qur’an, tetapi mungkin tidak tahu isi kandungan yang ada didalam Al Qur’an.           
 Perjalanan saya dari kecil hingga sekarang dibilang cukup berliku, mungkin tidak seperti anak yang lain. Saya anak pertama dari pasangan Sumaryono, M.Si. dan Dwi Ismiyati, MM yang menikah pada tanggal 28 April 1985. Sepasang manusia menikah dengan tujuan memperoleh keturunan, tapi sayang pasangan ini harus bersusah payah dalam merealisasikan tujuan itu. Berobat ke belakang Malioboro yaitu dokter spesialis kandungan Broto, dijalaninya. Setelah menunggu tiga tahun, akhirnya Allah memberinya momongan. Tepat tanggal 30 April 1988, lahirlah seorang bayi mungil dengan berat 2,8 kg di Rumah Bersalin “Kasih Bunda” dengan pertolongan bidan Warti. Bayi itu keluar dari rahim ibunya dengan tidak ditandai merdunya tangisan. Lumuran darah yang menyelimuti bayi itu dibersihkan dengan mandian alkohol, seketika bayi itu bernyanyi dengan merdu. Bahagianya kedua orang tuanya. Jari tangan kaki dihitung pas, yang lain diperhatikan sempurna. Alhamdulillah sujud syukur dipanjatkan. Dengan berjalannya waktu, saya sempat terkena plek sehingga harus mengkonsumsi obat selama 2 tahun. Saya baru bisa berjalan pada usia 2 tahun, itupun sehabis diterapi terlebih dahulu. Setelah diterapi saya bisa jalan. Diusia TK saya berjalannya jinjit. Tetapi masih bisa sekolah di TK Dharma Bhakti dalam asuhan bu Kartini. Lulus dari TK selama 3 tahun, akhirnya diterima di SD Wonosari V. Sewaktu SD saya sering diejek teman saya karena orangnya bodoh dan nulisnya lambat. Kata guru SD, saya itu bodoh karena nulisnya lambat sehingga untuk ujian dan menulis catatan tidak pernah rampung. Berawal dari situ dan jalannya yang gruyah-gruyuh, orang tuaku membawaku ke dokter anak Nartini di Basen. Oleh dokter itu dirujuk ke fisioterapi bu Rais Bulaksumur UGM. Selama hampir 18 tahun saya selalu menjalankan fisioterapi. Kondisi waktu itu tidak seperti sekarang ini. Mobil belum punya. Rumah dijogja belum punya. Setiap habis kantor, orang tuaku selalu mengajakku fisioterapi dengan naik bis. Hujan panas tidak membuat kami mengeluh. Orang tuaku masih tetap sayang kepadaku. Ada loh orang tua yang melantarkan anaknya karena anaknya itu cacat. Alhamdulillah saya diberi orang tua yang sangat mulia. Padahal saya hanya anak tunggal. Coba apa yang bisa dibanggakan dari anaknya. Tetapi orang tuaku tidak pernah sekalipun mengeluh. Walaupun harus susah payah dan telaten. Terkadang fisioterapinya kemalaman sehingga bis sudah tidak ada dan terpaksa naik motor atau mencegat mobil-mobil yang mau kewonosari. Pak nderek numpang gumugi wonosari. Jaketpun lupa tidak bawa. Malah pada waktu itu mama pas memakai rok pendek dan harus begagah. Waktu terus berjalan, Allah memberikan sebuah mobil Suzuki Carry tahun 80-an. Alhamdulillah sudah tidak kehujanan dan kepanasan lagi, tidak desak-desakkan, dan tidak takut kemalaman lagi tapi ya agak boros. Disaat SD juga karena kompetensiku rendah, saya dipanggilkan guru les privat. Hampir setiap hari saya melakukan les sehingga bahkan waktu bermainpun hilang. Padahal anak seusia itu baru senang-senangnya bermain. Dengan bantuan guru les, bu Anik, bu Sum, bu Tres dan pak Tunjung  yang sangat sabar dalam mengajariku, akhirnya saya bisa sedikit demi sedikit menaikkan kompetensi saya ya harus telaten kata bu Anik. Tidak hanya  itu saya selalu ditanamkan oleh orang tua untuk beribadah kepada Allah yang menciptakan. Les membaca Al Qur’an dengan Almarhum pak Sarjono dan bu Sri, saya lakukan. Solat Duha dan Tahajut tidak ketinggalan untuk dikerjakan. Teman sedikit demi sedikit mulai ada yang mau bergaul dengan saya, Irwan sahabatku SD. Kelas 6 adalah kelas yang menentukan  sekolah mana yang akan menerima saya. Lespun semakin tekat, mungkin satu hari bisa dua kali. Guru saya pak Subi, pak Agung dan pak Pur tidak pernah istirahat menggenjot saya agar saya bisa mendapatkan sekolahan yang baik. Orang tua saya tidak henti-hentinya berdoa. Akhirnya nilai eptanas murni tertulis 41,90. Terkejut dan terharu kita semua. Pintu gerbang SMP 1 Wonosari masih terbuka, walaupun dengan nilai ngepres, tetapi di SMP 1 Wonosari yang notabene paling favourit di Gunungkidul bisa dimasuki. Sujud syukur dipanjatkan. SMP 1 Wonosari persaingannya semakin ketat karena dari berbagai SD di kabupaten Gunungkidul. Sayapun jatuh diperingkat 38 dari 40 siswa kelas 1. Metode lamapun diterapkan supaya saya bisa meraih prestasi. Les diberbagai gurupun diikuti. Pak Samsudi matematika dan pak Danang bahasa inggris rela meluangkan waktunya untuk saya. Walaupun tidak langsung mak ndel, tetap disyukuri karena masih dalam lingkup aman artinya rata-rata. Nyatanya saya tidak pernah tinggal kelas. Perjalanan waktu kelas 3 sudah dimulai. Walaupun masih aman, tetapi rasa was-was itu ada. Empat guru les bekerja extra keras, pak Mandono, pak Sanyoto, pak Mardi dan bu Warsi. Lulus mbok...syukur alhamdulillah dengan ketar-ketir nilai bahasa inggris dikisaran angka 5. Untung gerbang pendaftaran SMA 1 Wonosari masih dibuka oleh pak Mulyoto. SMA 1 Wonosari masih bisa dipegang walaupun sudah berada ditepian. Tapi yang penting masuk tetap dalam lingkaran. Disitulah saya mulai bringas dengan berbagai prestasi diring 10 besar. Dikelas 1 tidak lupa kerja keras pak Aris matematika, pak Imam akuntansi dan pak Taufik kimia. Teman sudah mulai banyak yang mendekati, Hendri dan Onygus sahabatku sejatiku. Jurusan IPA yang mana idaman mama supaya anaknya jadi seorang dokter, terpaksa saya lepas karena peta kemampuan saya rumit. Maaf mama, saya tidak bisa memenuhi harapan mama untuk menjadi seorang dokter. Saya kira kalau seorang dokter ngregeli itu tidak ada, kecuali kalau dokternya terkena stroke. Dan bu Lasmi menyetujuinya. Masuk jurusan IPS yang menjadi pertentangan pun dijalani. Disana saya mengobrak-abrik dalam posisi 3 besar, walaupun tersingkir untuk olimpiade ekonomi karena kondisi fisik saya juga. Rasa sedih menghampiri. Itu lagi yang menjadi penghalang. Di kelas 12, saya mulai agak aman tapi yang menjadi momok masih tetap bahasa ingris. Les privat bahkan pernah jam 12 malam tetap dijalani bersama pak Barnabas. Untuk menghindari hal yang terburuk. Jatuh dalam kisaran angka 6, tetap disyukuri dengan didukung yang lain yang masih tinggi. Dengan demikian, tiket ke perguruan tinggi masih bisa kepegang. Bu Lasmi dan bu Nasikah mengirimkan nilai rapot saya kepada lima perguruan tinggi dijogja. Alhamdulillah semua diterima tanpa tes yaitu UNY, UII, UPN, Sadar, dan Poltekes. Berdasarkan petunjuk ibu Lasmi, saya menjatuhkan diri di UNY. Selama di UNY, pertama-tama masih diurutan 2 besar, tetapi manusia yang dikelilingi setan rasa angkuh itu ada. Allah tidak menghendaki saya tersesat, maka saya diturunkan kebawah. Walaupun turun dibawah cumlout namun saya tidak pernah mengulang mata kuliah sehingga waktu luluspun tepat empat tahun pas. Disana saya sempat menjadi asisten dosen dan aktivis mahasiswa. Di semester awal saya berkecimpung didunia organisasi mahasiswa. Waktu pulangpun tak karuan, kadang sampai larut malam dan kadang harus nginap. Didunia organisasi, wawasanku bertambah dan kenalanku semakin banyak. Para aktivis saya dekati untuk mengetahui pandangan mereka tentang suatu hal. Karena terinspirasi dengan pak Mario Teguh, kadang saya kekampus memakai jas karena ya juga pas musim dingin. Di semester pertengahan, saya abdikan untuk membantu dosen. Mungkin hanya membantu mengumumkan pemberian tugas dan mengoreksi jawaban mahasiswa. Itu sudah membuat saya senang karena dapat membaur bersama dosen-dosen. Ingat lagu Opick: Berkumpul dengan orang yang sholeh. Betapa bahagianya jika saya bisa seperti mereka, pak bu dosen. Semua dosen di akuntansi UNY merupakan sosok yang selalu membantuku dalam perkuliahan karena didalam kuliah tidak ada guru les. Bu Indah setiap permasalahan ada solusinya dihadapan beliau. Bu Mimin seorang dosen yang membaur dengan kami. Bu Rini pembimbingku yang mengarahkanku dengan sabar. Bu Isroah yang mengajariku tentang arti kehidupan ini. Pak Mahendra yang menyempurnakan skripsiku menjadi sangat indah. Pak Sochih dan pak Pardiman yang selalu mengayomi dan memberikan petuah-petuahnya. Prof Aliyah yang mendoakanku agar cepat selesai, dan yang lain. Sahabatku tercinta Sigit dan Panji, dua orang yang menjadi Malaikat bagi saya sewaktu kuliah. Saya bisa seperti sekarang ini tidak lepas dari yang pertama Allah yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Kedua orang tuaku is the best dan yang ketiga peran dari orang-orang yang membantuku diwaktu saya membutuhkan, menghiburku disaat aku bersedih, mendoakanku agar berhasil meraih mimpi, yang memberi kasih sayangnya kepadaku dengan segenap ketulusan hati.
Di pertengahan semester pendek, saya melaksanakan KKN di desa Sumberejo, Semin, Gunungkidul. Pandangan awal sebelum mengikuti KKN, saya merasa apa saya bisa ya. Tetapi ternyata saya diterima baik oleh teman-teman KKN (Budi, Ajar, Esti, Perdin, Ardiat, Ria, Ika, Dewi, dan Aya) dan segenap warga Pakel (pak Lurah, pak Carik, mbah Pantak, mas Yadi, dll). Dengan keterbatasan saya tidak membuat program KKN menjadi jelek karena pandangan dulu kalau KKN ya kerja bakti buat jalan, mushola, gapura, dan yang berat-berat. Ternyata tidak seperti itu, tidak semua harus kerja fisik, tapi yang terpenting kerja otak. Masyarakat Pakel sangat baik, mereka tidak menuntut kepada kami. Alhamdulillah berkat dukungan dari semua pihak, saya dapat menyelesaikan program KKN dengan baik dan mudah-mudahan masyarakat terkesan. Program saya memang tidak ada yang memerlukan kerja fisik, tetapi hanya kerja otak dan proses lobi yang baik. Mungkin saya mempunyai program yang lebih banyak daripada mereka. Program saya seperti bazar, pembentukan posyandu lansia, pembentukan perpustakaan, tabungan anak-anak, sosialisasi pembukuan di kelurahan, bakti sosial, dan berbagai program penyuluhan. Saya melakukan lobi-lobi keberbagai instansi pemerintahan dan akhiranya disetujui. Lobi ke Puskesmas, Kapedal, Dinas Pendidikan, Kantor Perpustakaan Daerah, Badan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan, Bawasda, dan Pasar. Alhamdulillah mereka membantuku dengan segenap keikhlasan. Coba kalau memakai ongkos, sudah berapa yang harus dikeluarkan. Mereka rela meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu dalam menyukseskan program KKN saya. Pengobatan keliling yang harusnya tidak berada disitu, rela dipindahkan lagi kesitu, padahal bulan lalu sudah mengunjungi dusun itu. Dagangan pasar yang seharusnya dijual dipasar, rela saya boyong ke lokasi KKN untuk program Bazar. Pembicara penyuluhan yang harusnya libur tujuh belasan, rela datang untuk memenuhi undangan saya. Senam minggu pagi yang harusnya instruktur masih tidur, rela saya ajak kelokasi untuk mengajari senam. Kalau tidak dengan lobi yang bagus, mana mungkin mereka mau dengan ikhlas. Teman-temanku yang selalu  membantuku untuk menjalankan program KKN saya, tulus dalam berbuat. Antusiasme warga sangat tinggi untuk mendukung program-program KKN.                  
            Allah berfirman didalam QS. Al Baqarah ayat 286: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Didalam Q.S. Ar. Ra’d ayat 11 juga disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum. Sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Dua ayat tersebut adalah motivasi terbesar dalam hidupku. Mungkin saya punya orang tua yang begitu sayang kepadaku tapi saya berfikir tidak mungkin orang tuaku antar jemputku setiap hari sehingga saya harus berani naik bis apapun resikonya. Mungkin sahabat-sahabatku bisa membantu menuliskan catatan atau meminjami catatannya tapi aku berfikir dalam ujian tidak mungkin sahabat-sahabatku mau menuliskan sehingga aku harus rajin dan tekun belajar supaya otakku terisi untuk bisa menjawab soal-soal dalam ujian agar waktu ujian saya tinggal menulisnya dikertas, tidak usah harus berfikir lagi karena diotak sudah terisi. Guru dan dosen saya walaupun sering membantuku dalam belajar, mana mungkin waktu ujian beliau akan bersedia membantuku. Itu semua menuntutku untuk berusaha mandiri, walaupun dengan keterbatasan. Nyatanya saya bisa merubah nasibku sendiri dan Allah meridhoi sekaligus membantuku dalam setiap langkahku. Coba kalau saja saya hanya menyesali dan mengantungkan hidupku ini kepada orang lain, mungkin saya malah semakin terburuk dan menjadi hamba yang merugi. Motivasi lagu Jangan Menyerah D’Masiv selalu ku ingat: Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik. Tuhan pasti kan menunjukan kebesaran dan kuasanya bagi hambanya yang sabar dan tak pernah putus asa. Syair lagu itu memang benar dan saya mengalaminya dengan nyata. Syair lagu itu sesuai Q.S. Ali Imran ayat 200 yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiapsiaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Kita diwajibkan untuk bersabar dalam menghadapi kehidupan ini. Tapi ya memang berat dan harus kuat.  Didalam Q.S. Ali Imran ayat 139 yang berbunyi “Dan janganlah kamu merasa lemah dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang beriman.” Berarti jelas dimata Allah, bukan kesempurnaan fisik, bukan tingkat jabatan, bukan harta bendanya, bukan cantik tampannya, tetapi keimanannya yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya. Manusia yang paling tinggi disisi Allah adalah manusia yang beriman. Q.S. Ali Imran ayat 148 yang berbunyi “Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat disisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” Jadi saya tidak boleh mider apalagi depresi dengan keadaan saya seperti ini karena Allah melihatnya dari tingkat keimanannya, bukan dari sehat atau cacat, kaya atau miskin, yang bersifat keduniaan. Oleh karena itu, saya mengajak sebagai manusia yang merupakan hamba Allah, janganlah saling mengolok-olok dan menghina satu sama lain. Belum jadi yang kamu olok-olok itu lebih buruk daripadamu, malah jadi yang kamu olok-olok lebih baik daripadamu sesuai yang tertulis dalam Al Qur’an. Saya berharap pengalaman saya menjadi motivasi bagi kita semua untuk bisa menjalani kehidupan itu dengan niatan yang baik, tidak mudah menyerah dan putus asa, dan yang terpenting saling menghormati dan menghargai antar sesama manusia.
    





         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar